Kebetulan hari ini saya Jum'atan di Masjid Kemendiknas, saya duduk di baris ke lima, empat baris di belakang Mendiknas (Bp. M. Nuh.) dan Wamendiknas (Bp. Fashli Djalal). Saya lihat beberapa petinggi Kemendiknas duduk di shaf depan saya... Khotbah Jum'at dibawakan oleh Ketua MUI Wilayah Jakarta Utara (saya lupa namanya).
Awalnya saya tidak begitu menyimak dengan seksama, saya pikir isi khotbahnya akan standar-standar aja sebagaimana kita sudah sering mendengarnya. Ternyata dugaan saya salah,
isi khotbahnya baru pertama kali ini saya denger...makanya saya mulai serius menyimaknya...dan koq makin lama makin menarik sehingga saya hanyut terbawa suasana khotbahnya.
Khatib menceritakan pertemuan antara dua Imam Besar yaitu Imam Syafei (Sang Guru) dan Imam Hambali (Sang Murid). Imam Hambali dengan segera menemui Imam Syafei begitu beliau mendengar Gurunya tsb berkunjung ke Bagdad kota tempat beliau tinggal. Lalu beliau mohon kepada Imam Syafei agar sudi memberikan waktu untuk beliau bisa menambah ilmu dari Sang Guru (Hal ini merupakan tradisi jaman dulu yg sangat elegan, meskipun sdh begitu tingginya ilmu Sang Murid, tetapi masih selalu menghormati gurunya dan tetap minta diberi pelajaran).
Imam Syafei berkata: "Hai Hambali, sebaiknya kamu minta pelajaran dulu dari pembantuku ini (seorang penggembala kambing) sebelum minta pelajaran kepadaku". Beliau mencoba menawar agar dapat belajar langsung dari Sang Guru, namun Sang Guru mengulangi perkataannya. Sebagai seorang murid yg taat pada gurunya dia menuruti perintah Sang Guru meskipun ada yg mengganjal dihatinya. Apa sih hebatnya pembantu yg tukang angon ini, shg aku disuruh belajar dari dia??
Untuk mengetahui kedalaman ilmu Pembantu ini, Imam Hambalipun bertanya: "Wahai sdr, apa pendapatmu tentang seseorang yg lupa pada saat shalat sehingga meninggalkan satu rakaat dan terus salam?" Sang Pembantu menjawab: "Apakah aku akan menjawab menurut pendapatmu atau pendapatku?" Imam Hambali terkejut mendengar jawaban ini, bagamana mungkin seorang Pembantu bisa menawarkan pilihan jawaban, yg biasanya hanya dimiliki oleh org yg berilmu tinggi.. Lalu beliau berkata: "Jawablah menurut pendapatku dan pendapatmu".
Sang Pembantupun menjawab: "Baiklah, kalau menurut pendapatmu (maksudnya Imam Hambali), apabila lupanya belum lama (kira-kira selama 2 rakaat), maka org itu hanya perlu menambahkan satu rakaat yg ketinggalan tsb lalu sujud syahwi, tetapi kalau sdh cukup lama baru teringat, maka org tsb wajib mengulang shalatnya lalu sujut syahwi" Imam Hambali terkejut koq orang ini tahu pendapatku..yang ternyata betul sekali karena tuntunannya memang demikian kata beliau dalam hati....
"Nah kalau menurut pendapatku... apabila aku yg melakukan kesalahan tadi, aku juga akan melakukan hal yang sama seperti pendapatmu itu, tapi aku juga akan melakukan puasa satu tahun lamanya sebagai tebusan atas kesalahanku pada Tuhanku, karena aku merasa sangat takut dan malu telah lupa pada Nya dan memikirkan hal lain di dalam shalatku"
Imam Hambali terperanjat dan terpana mendengar jawaban Sang Pembantu tadi.. Sekarang aku baru tahu betapa tingginya derajat orang ini, betapa luar biasa kuatnya rasa takut dan rasa malu orang ini kepada Tuhannya...meskipun dia hanya seorang pembantu dan penggembala kambing, yang dimata orang lain mungkin dianggap rendah..pantas Sang Guru menyuruh aku untuk menimba ilmu darinya...kata Imam Hambali dalam hati...
Singkat cerita, lalu Khatib membandingkan dengan keadaan jaman sekarang dimana org sdh tidak punya rasa takut dan malu kepada Tuhan, dan dia menunjuk pada Ibu Siami yang karena berlaku jujur dan menyampaikan kebenaran atas terjadinya nyontek masal pada UAN di SD Gadel Surabaya, akibatnya malah dimusuhi masyarakat dan di usir dari rumahnya. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, bagaimana tidak orang jujur koq malah dimusuhi...Sekarang kejujuran menjadi barang langka bahkan dilingkungan murid-2 Sekolah Dasar (Tunas Bangsa), yang seharusnya dididik spy menjadi pribadi yg jujur agar kelak tumbuh menjadi generasi muda yg jujur dan berakhlak mulia yg bisa memperbaiki bangsa kita.
Belum lagi penyakit bangsa yang kini semakin parah, korupsi merajalela, orang sdh tidak takut dan tidak punya rasa malu utk melakukan kejahatan dan kemaksiatan. Jangankan malu pada Tuhan, malu pada diri sendiri, keluarga dan masyarakatpun tidak.
Saya lihat Pak Menteri dan Pak Wamen menunduk (entah krn malu anak-anak didiknya sudah tdk jujur atau apa), para petinggi yg lain manggut-manggut... dan tidak terasa air mata saya mengalir...karena tiba-2 terbayang jelas dimata saya, betapa banyak kelalaian dan kesalahan yang telah saya lakukan selama ini, bahkan nyaris tanpa rasa takut dan malu sedikitpun kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Melihat yang tidak pernah tidur....
Saya jadi sangat malu.... betapa rendahnya saya ini... bahkan dibandingkan dengan seorang pembantu..penggembala kambing yg miskin, yg tidak berpendidikan sekalipun, yg selama ini saya anggap remeh temeh dan tidak berharga...seketika runtuh keakuan, keangkuhan dan kesombongan saya....yang selama ini merasa berpendidikan tinggi... punya kedudukan dan jabatan tinggi....punya kekayaan..punya ini..punya itu...ooohh... ternyata apalah saya ini....org yg tidak berharga...terutama dimata Tuhanku Yang Maha Perkasa..
Saya jadi tidak berani lagi untuk sedikitpun menunjuk kesalahan orang lain..karena ketika satu jari saya menunjuk orang lain salah..keempat jari saya serta merta menunjuk ke diri saya sendiri seraya mengatakan bahwa kesalahan saya lebih besar dari org tsb...takut saya...dan malu....
Inilah pelajaran hidup yang saya peroleh hari ini, semoga bermanfaat...paling tidak untuk diri saya sendiri..
Salam,
Nur Hasan Achmad
Sumber : itb77-bounce@bhaktiganesha.or.id; on behalf of; Nurhasan Achmad [nurhasan0858@yahoo.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar